Negara ini merdeka sudah puluhan tahun, dari jaman Presiden SUkarno hingga SBY kini. Tahun 1998 sudah reformasi untuk menghapus dan menghilangkan tradisi orba yang melekat di pemerintahan negeri ini, bisa dilihat di sini tulisannya Free7:
http://politikana.com/baca/2010/01/09/komitmen-reformasi
itu hanya sebagian komitmen masa ketika menjelang reformasi, dan menelan banyak korban waktu itu.
Sekarang begitu banyak pejabat-pejabat ini mempertotonkan dagelan-dagelan politiknya, mulai kasus Cicak Buaya, Pansus Century, Antasari Azhar, sebagai intermezzo kasus Prita dan kasus buku Gurita Cikeas yang membuat SBY kebakaran jenggot.
Pak SBY, Indonesia itu sangatlah luas....bukan sekedar Jakarta, Surabaya, Semarang, Jogja, Bali, Makasar lho?, pantai Lombok, Flores, SUmbawa lebih indah dan keren dari Bali, tetapi pernahkah terbesit untuk membangun daerah ini?
Dan semoga Pak SBY membaca Kompas.com tanggal 9 Jan 2010, yang diberitakan tourism ke Bali diperkirakan akan jauh berkurang tahun depan karena macet dan lain-lain, tourism akan lebih memilih ke Thailand, ke Phi Phi Island pastinya, jangan lewatkan jika ANda ke Thailand, hehe.
Betapa mirisnya negeri ini, ketika menjelang Pemilu, betapa tim sukses SBY sangat lihai untuk mempengaruhi warga masyarakat agar bisa memilih SBY tentu saja dengan iming-iming. Giliran Pemilu saja dengan mudahnya mereka mengakses menuju ke pelosok sekalipun. Tetapi tidakkah sadar, dan membuka mata masih banyak beberapa kampung di pelosok sana belum ada listrik, air bersih, bahkan sekolahan. Anak-anak kecil pun untuk menuju sekolahan harus berjalan dalam waktu tempuh 1/2 jam sampai 2 jam.
Jadi, Pak SBY adalah Presiden RI untuk kedua kalinya, tetapi tolonglah perhatikan nasib sodara-sodara kami di Papua, Lombok, Flores, Cilacap, Kalimantan, bahkan Bandung pun akses untuk ke sekolah masih sulit, padahal ini sudah jaman reformasi katanya(dan masih banyak mungkin daerah-daerah lain).
Tak perlulah Bapa mencari simpatik rakyat kecil dengan datang ke Ragunan waktu itu, bolehlah politik Anda lihai dalam mengambil hati rakyat kecil, tapi penduduk Indonesia ini begitu banyaknya, tidak bisa ANda kelabuhi semua, Anda memang paling jago nya mencari simpati rakyat kecil.
Mencari simpati boleh-boleh saja, TETAPI...lihatlah Papua, nanti keburu mereka minta merdeka seperti Timor Leste, warga Papua bisa melihat sinaran cahaya benderang dari Timor LEste di dekat perbatasan, tetapi Papua sendiri masih gelap gulita. Apa arti simbol Freeport, ketika ditemukan tambang, langsung bisa dapat akses listrik, tetapi tempat yang lain terabaikan karena tak menghasilkan. Oh, Pak Presiden pernahkah memikirkan hal kecil ini?, pikirkanlah hal kecil sebelum menuju hal-hal Century, perdagangan bebas China.
Jangan salahkan Papua jika nanti ingin merdeka, begitu juga Kalimantan jika memilih ngikut ke Malaysia, dan masih banyak daera-daerah lain dekat perbatasan.
Kapan kampung-kampung ini dibangun?, paling tidak...berikanlah penerangan, air bersih, dan sekolahan...bagaimanapun di kampung-kampung ini banyak menghasilkan devisa negara karena tak sedikit dari hasil perkebunan, tambang dieksport.
Para warga masyarakat bagaimanapun punya andil menyumbang pajak, dan devisa, tetapi kebutuhan mereka tak pernah ditengok.
Apalah arti menteri-menteri, Gubernur, Bupati jika belum bisa memperhatikan rakyatnya.
Intinya jika suatu daerah/ tempat bisa menghasilkan uang/ada unsur bisnisnya, berbondong-bondong aparat pemerintah membangun, karena oknum pejabat pemerintah ingin mengeruk keuntungan, itu yang bisa saya simpulkan.
Jika tidak?, boro-boro diperhatikan.
Jadi, jangan salahkan jika orang berduyun-duyun ke kota/ tempat lebih terang dan enak. Jika ada Urbanisasi besar-besaran langsung deh dibahas besar-besaran, tetapi penyelesaiannya pun kabur.
Begitu juga tipi-tipi swasta negeri ini, menyajikan berita yang musiman, cobalah angkat masalah-masalah ini biar pemerintah melek.
Begini ini jika masih menghambur-hamburkan uang rakyat untuk hal-hal yang tidak jelas, memberikan janji tetapi tidak dibarengi dengan kinerja.
http://politikana.com/baca/2010/01/09/per-januari-gaji-pns-naik-5
No comments:
Post a Comment